BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Hadits Shahih adalah hadis yang sanadnya
bersambung, dikutip oleh orang yang adil lagi cermat dari orang yang sama,
sampai berakhir pada Rasulullah. SAW., atau sahabat, tabi’in, bukan hadits yang
syadz, dan terkena ilat yang menyebabkan cacat penerimaannya.
Hadits hasan adalah hadits
yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir, diceritakan oleh
orang-orang yang ”adil, kurang dhabthnya, serta tidak
tidak ada syudzudz dan illat yang berat didalamnya.”
B.
Rumusan
Masalah
1.
Aapakah
hadits shahih itu?
2.
Apakah
hadits hasan itu?
3.
Apa
perbandingan antara hadits shahih dan hasan?
4.
Bagaimana
keriteria hadits shahih dan hasan?
5.
Apasaja
kitab hadits shahih dan hasan?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A.
HADITS SHAHIH
Sahih
menurut bahasa berarti “ضِدُّ
السَّقِيْمِ” lawan dari sakit, haq lawan dari batil.
Menurut istilah ilmu hadits ialah : “satu hadits yang sanadnya bersambung dari
permulaan sampai akhir, disampaikan oleh orang-orang yang adil, memiliki
kemampuan mengapal yang sempurna (dhabith). Serta tidak ada penyelisihan
dengan perawi yang lebih terpercaya darinya (syad) dan tidak ada “illat
yang berat”.
Defenisi
yang ringkas yang didefinisikan oleh Imam An-Nawawi sebagai berikut :
مَااتَّصَلَ سَنَدُهُ
بِالْعُدُوْلِ الضَّا بِطِيْنَ مِنْ غَيْرِ شُدُوْدٍ وَلَا عِلَّةٍ
“Hadits yang bersambung sanadnya,
diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi dhabith, tidak syadz, dan tidak
berillat.”
Pengertian hadits
shahih baru jelas setelah ulama Al-Mutaakhirin mendefinisikan secara
konkret, seperti :
أَمَّا اْلحَدِيْثُ
الصَّحِيْحُ فَهُوَ اْلحَدِيْثُ اْلمُسْنَدُ الَّذِيْ يَتَّصِلُ إِسْنَادُهُ بِنَقْدِلِ
الْعَدْلِ الضَّابِطِ عَنِ اْلعَدْلِ الضَّابِطِ إلِىَ مُنْتَهَاهُ وَلَا يَكُوْنُ
شَاذًا ولاَا مُعَلَّلًا.
“Adapun hadits shahih
ialah hadits yang sanadnya bersambung sampai kepada nabi, diriwayatkan oleh
perawi yang adil dan dhabith sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan
berillat.”
Para ulama
telah memberikan defenisi hadits shahih yang telah diakui dan disepakati dari
defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa hadits shahih mempunyai 5 kriteria,
yaitu :
Yang dimaksud
sanadnya bersambung yaitu bahwa tiap-tiap perawi dalam sanad hadits menerima riwayat
hadits dari perawi terdekat sebelumnya keadaan itu berlangsung seperti itu
sampai akhir sanad dari hadits itu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
rangkaian para perawi hadts shahih sejak perawi terakhir sampai kepada
para sahabat yang menerima hadits langsung dari Nabi Muhammad SAW. Bersambung
dalam periwayatannya.
2.
Perawinya adil
Kata adil
menurut bahasa berarti lurus, tidak berat sebelah, tidak dzalim,
tidak meyimpan, tulus, dan jujur. Seseorang dikatakan adil apabila
pada dirinya terdapat sifat yang dapat mendorong terpeliharanya ketakwaan,
yaitu senantiasa melaksanakan perintah agama dan meninggalkan larangannya, dan
terjaganya sifat muru’ah, yaitu senantiasa berakhlak baik dalam segala tingkah
lakunya. Maka yang dimaksud dengan perawi yang adil dalam periwayatan sand
hadits adalah bahwa semua perawinya disamping harus islam dan balig, juga harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.
Senantiasa melaksanakan segala perintah agama dan meninggalkan
semua larangannya.
b.
Senantiasa menjauhi dosa-dosa kecil.
c.
Senantiasa memeliharaucapan dan perbuatan yang dapat menodai
muru’ah.
3.
Para perawi bersifat dhabith (dhabith ar-ruwah)
Maksudnya para perawi itu memiliki
daya ingat hapalan yang kuat dan sempurna. Daya ingat dan hapalan kuat sangat
diperlukan dalam rangka menjaga otentitas hadits, mengingat tidak seluruh
hadits tercatat pada masa awal perkembangan islam. Sifat dhabith ini ada dua
macam :
a.
Dhabith dalam dada (adh-dhabth fi as-shudur), artinya
memiliki daya ingat dan hapal yang kuat sejak ia menerima hadits dari seorang
syaikh atau seorang gurunya sampai dengan pada saat menyampaikannya kepada
orang lain atau ia memiliki kemampuan untuk menyampaikannya kapan saja
diperlukan kepada orang lain.
b.
Dhabith dalam tulisan (adh-dhabth fi suthur), artinya
tulisan haditsnya sejak mendengar dari gurunya terpelihara dari perubahan,
pergantian, dan kekurangan. Singkatnya tidak terjadi kesalahan-kesalahan tulis
kemudian diubah dan diganti. Karena hal demikian akan mengundang keraguan atas
ke-dhabith-an seseorang.
4.
Tidak syadz (janggal)
Tidak terjadi kejanggalan (syadzdz),
syadz dalam bahasa berarti ganjil, terasing, atau menyalahi aturan. maksud
syadzdz disini adalah periwayatan orang yang lebih tsiqah (terpercaya
yakni adil dan dhabith) bertentangan dengan periwayatan orang yang lebih
tsiqah.
5.
Tidak berillat (ghair mu’allal)
Tidak terjadinya “illat”,
dalam bahasa arti “illat” yaitu penyakit, sebab, alasan atau udzur.
Sedangkan arti “illat” disini adalah suatu sebab tersembunyi yang
membuat cacat keabsahan suatu hadits padahal lahirnya selamat dari cacat
tersebut.
Menurut istilah, illat berarti
suatu sebab yang tersenbunyi atau samar-samar, sehingga dapat merusak
keshahihan hadits. Dikatakan samar-samar karena jika dilihat dari segi
zhahirnya, hadits tersebut terlihat shahih. Karena kesamaran pada hadits
tersebut mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi tidak shahih.
مَا
أَخْرُجَهُ البخارى قال حدّثنا مسدد حدثنا معتمر قال : سمعت أبي قال : سمعت أنس بن
مالك رضي الله عنه قال : كان النبي صلى الله عليه وسلم يقول : اللهم إني أعوذ بك
من العجز والكسل, والجبن والهرم, أعوذ بك من فتنة المحيا والممات, وأعوذ بك من
عذاب القبر.
Artinya :
Hadits yang diriwayatkan oleh
Al-bukhari, ia berkata memberitakan kepada kami musaddad. Memberitakan kepada
kami mu’tamir ia berkata, : aku mendengar ayahku berkata : aku mendengar anas
bin Malik berkata : Nabi Muhammad SAW berdoa :“Ya Allah sesungguhnya mohon
perlindungan kepada Engkau dari sifat lemah, lelah, penakut, dan pikun. Aku
mohon perlindungan kepada Engkau dari fitnah hidup dan menegaskan dengan dan
aku mohon perlidungan kepada Engkau dari adzab kubur.”
Hadits di atas
dinilai berkualitas shahih karena telah memenuhi beberapa lima kriteria, yaitu
sebagai berikut :
a.
Sanadnya harus bersambung mulai dari perawi pertama sampai perawi
terakhir. Contoh : Anas seorang sahabat yang mendengar hadits ini dari nabi
langsung. Sulaiman bin Tarkhan bapaknya Mu’tamir menegaskan dengan kata as-sama’
(mendengar) dari anas. Demikian juga Mu’tamir menegaskan dengan as-sama’ dari
ayahnya. Musaddad syaikhnya Al-bukhari juga menegaskan dengan kata as-sama’
dari Mu’tamir, sedangkan Al-Bukhari menegaskan dengan as-sama’ dari
syaikhnya.
b.
Semua para perawi dalam sanad hadits diatas menurut ulama al-jarh
wa at-ta’dil telah memenuhi persyaratan adil dan dhabith.
c.
Hadits diatas tidak syadz (janggal), karena tidak bertentangan
dengan periwayatan perawi lain yang lebih tsiqah.
d.
Tidak terdapat illat (ghayr mu’allal).
e.
Para perawi dalam sanadnya harus bersifat zabit
.
B.
MACAM-MACAM HADITS SHAHIH
Macam-macam hadits
shahih ada dua macam, yaitu :
a.
Shahih lidzatih (shahih dengan sendirinya), karena telah
memenuhi 5 kriteria hadits shahih sebagaimana defenisi, contoh, dan keterangan
diatas. Yang dimaksud hadits lidzatih ialah hadits yang tidak memenuhi secara
sempurna persyaratan shahih khususnya yang berkaitan dengan ingatan atau
hapalan perawi.
b.
Shahih lighayrih (shahih karena yang lain), yaitu :
هُوَ
اْلحَسَنُ لِذَاتِهِ إِذَا رُوِيَ مِنْ طَرِيْقٍ آخَرَ مِثْلُهُ أَوْ أَقْوَى مِنْهُ
Artinya :
Hadits
shahih lighayrih adalah hadits hasan lidzatihi ketika ada periwayatan melalui
jalan lain yang sama atau lebih kuat dari padanya.
Yaitu ingatan
perawinya kurang sempurna (qalil ad-dhabt). Maka biasa dikatakan bahwa
sebenarnya hadits shahih asalnya bukan hadits shahih melainkan hadits
hasan lidzatih. Karena adanya syahid atau mutabi’ yang
menguatkannya.
Contoh hadits shahih lighayrih adalah hadits riwayat
Turmudzi melalui jalur Muhammad bin Amr dari Abu Salamah dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah SAW. Bersabda :
لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ
عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صَلاَ ةٍ
”seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya akan ku perintahkan bersiwak
setiapkali hendak melaksanakan shalat.”
C. Kehujjahan
Hadits Shahih
Kehujjahan hadits
shahih yaitu hadits yang telah memenuhi persyaratan hadits shahih wajib
diamalkan sebagai hujjah atau dalil syara’ sesuai dengan ijma’
para ulama hadits dan sebagian ulama ushul dan fikih yang berkaitan dengan
penetapan halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam hal-hal yang berhubungan
dengan akidah.
Ada beberapa
pendapat ulama yang memperkuat kehujahan hadits shahih, diantaranya sebagai
berikut :
a.
Hadits shahih memberi faedah qhath’i (pasti kebenarannya)
yang terdapat didalam kitab shahihayn (Al-Bukhari dan Muslim).
b.
Wajib menerima hadits shahih sekalipun tidak ada seorangpun yang
mengamalkannya, pendapat Al-Qasimi dalam qhawa’id at-tahdits.
Istilah-istilah yang
digunakan dalam hadits shahih yang biasa digunakan oleh ulama hadits dalam
menunjuk hadits itu shahih, misalnya :
A.
Haadza haditsun shahihun
B.
Haadza haditsun ghairu shahihun
C.
Haadza haditsun shahihul isnaadiy
D.
Ashaahul asaaniidz
E.
Haadza ashaahu syay’in fil baabi
F.
‘alaa syarti asy-syaihaini
G.
Muttafaqun ‘alaihi
Berdasarkan
martabatnya, ulama muhaddisin membagi tingkatan sanad menjadi tiga,
yaitu :
1.
Ashah Al-Asanid, yaitu
rangkaian sanad yang paling tinggi derajatnya. Periwayatan sanad yang paling
shahih adalah dari Imam Malik bin Anas dari Nafi’ mawla (budak yang telah
dimerdekakan) dari Ibnu Umar.
2.
Ahsanul Al-Asanid, yaitu
rangkain sanad yang tingkatannya dibawah tingkatan pertama seperti Hammad bin
Salamah dari Tsabit dari Anas.
3.
Adhful Al-Asanid, yaitu
rangkaian sanad yang tingkatannya lebih rendah dari tingkatan kedua seperti Suhail
bin Abu Shalih dari ayahnya Abu Hurairah.
Dari segi
persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi 7 tingkatan, dari
tingakat yang tertinggi sampai dengan tingkat yang terendah, yaitu sebagai
berikut :
a.
Muttafaqun Alaih, yakni
disepakati keshahihannya oleh Al-Bukhari dan Muslim, atau akhrajahu/rawahu
Al-Bukhari wa Muslim (diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim) atau akhrajahu/rawahu
asy-syaikhan (diriwayatkan oleh dua orang guru saja).
b.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari saja.
c.
Diriwayatkan oleh Muslim saja.
d.
Hadits yang diriwayatkan oleh orang lain memenuhi persyaratan
Al-Bukhari dan Muslim.
e.
Hadits yang diriwayatkan oleh orang lain memenuhi persyaratan
Al-Bukhari saja.
f.
Hadits yang diriwayatkan oleh orang lain memenuhi persyaratan
Muslim saja.
g.
Hadits yang dinilai shahih menurut ulama hadits selain Al-bukhari
dan Muslim dan tidak menuruti persyaratan keduanya, seperti Ibnu khuzaimah,
Ibnu Hibban dan lain-lain.
D.
Kitab-kitab hadits shahih :
a.
Shahih Al-Bukhari
b.
Shahih Muslim
c.
Shahih Ibnu Khuzaimah
d.
Shahih Ibnu Hibban
e.
Mustadrak Al-hakim
f.
Shahih Ibnu As-sakan
g.
Shahih Al-Albani
E.
HADITS HASAN
Hasan menurut
bahasa artinya baik dan bagus bisa juga dibilang keindahan. Menurut istilah
yaitu hadits yang sanadnya bersambung dari permulaan sampai akhir,
diceritakan oleh orang-orang yang ”adil, kurang dhabthnya, serta
tidak tidak ada syudzudz dan illat yang berat didalamnya.”
Perbedaan antara
hadits hasan dengan shahih terletak pada dhabith yang sempurna untuk
hadits shahih dan dhabith yang kurang untuk hadits hasan.
Menurut
At-Turmidzi mendefenisikan hadits hasan sebagai berikut :
كُلُّ حَدِيْثٍ يُرْوَى
لَايَكُوْنَ فِيْ اِسْنَادِهِ مَنْ يُتَّهَمُ بِالْكَذِبِ وَلَا يَكُوْنُ اْلحَدِيْثِ
شَاذًا وَيُرْوَى مِنْ غَيْرِ وَجْهِ نَحْوِ ذَلِكَ.
“Tiap-tiap hadits
yang pada sanadnya tidak terdapat perawi yang tertuduh dusta, pada pqda matannya
tidak terdapat kejanggalan, dan hadits itu diriwayatkan tidak hanya dengan satu
jalan (mempunyai banyak jalan) yang sepadan dengannya.”
Definisi hadits
hasan menurut At-Turmudzi ini terlihat karang jelas sebab bisa jadi hadits yang
perawinya tidak tertuduh dusta dan matannya tidak terdapat kejanggalan disebut hadits
shahih. Dengan demikian, melalui definisi ini At-Turmudzi tidak bermaksud
menyamakan hadits hasan dengan hadits shahih, sebab justru
At-Turmudzi lah yang mula-mula memunculkan istilah hadits hasan ini.
Sebagian ulama
lain menyebutkan bahwa hadits hasan sama dengan hadits dhaif yang
dapat dijadikan hujjah. Penyebutan seperti ini karena mereka membagi
hadits hanya menjadi dua, yaitu hadits shahih dan hadits dhaif yang
tidak dapat dijadikan hujjah. Hadits dhaif
yang dijadikan hujjah inilah yang o;eh At-Turmudzi diistilahkan hadits
hasan.
Dari
definisi-definisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa hadits hasan hampir
sama dengan hadits shahih, hanya saja terdapat perbedaan dalam soal ingatan
perawi. Pada hadits shahih, ingatan atau daya hapalannya harus sempurna,
sedangkan pada hadits hasan, ingatan atau daya hapalannya kurang sempurna,
dengan kata lain bahwa syarat-syarat hadits hasan dapat dirinci sebagai berikut
:
a.
Sanadnya bersambung.
b.
Perwawinya adil.
c.
Perawinya dhabith, tetapi ke-dhabit-annya dibawah ke-dhabit-an
perawi hadits hasan.
d.
Tidak dapat kejanggalan (syadz).
e.
Tidak ada cacat (illat).
Para ulama ahli
hadits membagi hadits hasan menjadi dua bagian, yaitu hasan lidzatih dan
hasan lighayrih :
1.
Hadits hasan lidzatih yaitu hadits yang telah memenuhi persyaratan
hadits hasan diatas.
2.
Hadits hasan lighayrih yaitu hadits hasan yang tidak memenuhi
persyaratan hadits hasan secara sempurna atau pada dasarnya hadits tersebut
adalah hadits dhaif, tetapi karena ada sanad atau matan lain yang menguatkannya
(syahid atau mutabi), maka jedudukan hadits dhaif tersebut naik derajatnya
menjadi hasan lighayrih.
Ibn Ash-Shalah,
sebagaimana dikutip oleh Al-Qasimi menyebutkan bahwa hadits hasan lighayrih
ialah hadits yang sandaran atau sanadnya terdapat orang yang mastur (yang belum
jelas terbukti keahliannya), bukan pelupa yang banyak kesalahannya, tidak
terlihat adanya sebab-sebab yang menjadikan fasiq, dan matan haditsnya
diketahui baik berdasarkan periwayatannya hadits lain yang semakna.
F.
Kriteria Hadits Hasan
Menurut Imam
Turmudzi bahwa kriteria-kriteria hadits hasan sebagai berikut :
وَمَا قُلْنَا فِي
كِتَابِنَا حَدِيْثٌ حَسَنٌ فَإِنَّمَا اَرَدْنَا بِهِ حَسُنَ اِسْنَادُهُ عِنْدَنَا
كُلُّ حَدِيْثٍ يُرْوَى لَايَكُوْنُ فِي اِسْنَادِهِ مَنْ يُتَّهَمُ بِالْكَذِبِ وَلَا
يَكُوْنُ اْلحَدِيْثُ شَاذًا وَيُرْوَى مِنْ غَيْرِ وَجْهٍ نَحْوِ ذَلِكَ فَهُوَ عِنْدَ
نَا حَدِيْثٌ حَسَنٌ.
“hadits yang kami sebut hadits hasan
dalam kitab kami adalah hadits yang sanadnya baik menurut kami, yaitu setiap
hadits yang diriwayatkan melalui sanad yang yang didalamnya tidak terdapat
tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta, matan haditsnya tidak janggal,
diriwayatkan melalui sanad yang lain pula yang sederajat. Hadits yang demikian
menurut kami adalah hadits hasan.
Dengan demikian,
kriteria hadits hasan yang merupakan factor-faktor pembeda antara hadits hasan
dan jenus hadits lainnyaadalah berikut ini :
Pertama, pada
sanadnya tidak terdapat rawi yang dicurigai berdusta. Kriteria ini
mengecualikan hadits seorang rawi yang dituduh berdusta, dan mencakup hadits
yang sebagian rawinya memiliki ddaya hapal rendah tidak dijelaskan jarh maupun
takdilnya, atau diperselisihkan jarh
dan takdilnya namun tidak dapat ditentukan, atau rawi mudallis yang
meriwayatkan hadits dengan an-anah (periwayatan dengan menggunakan
banyak lafal ‘an). Karena sifat-sifat yang demikian itu tidak bisa
membuatnya dituduh dusta.
Kedua, hadits
tersebut tidak janggal. Orang yang peka dan waspada akan mengetahui bahwa yang
dimaksud dengan syadz (janggal) menurut At-Turmudzi adalah hadits
tersebut berbeda denganpara rawi yang tsiqah. Jadi, diisyaratkan hadits
hasan harus selamat dari pertentangan, karena bila bertentangan dengan riwayat
para rawi yang tsiqah, maka ia ditolak.
Ketiga, hadits
tersebut diriwayatkan pula melalui jalan lain yang sederajat. Hadits hasan itu
harus diriwayatkan pula melalui jalan lain satu atau lebih, dengan catatan
sederajat dengannya atau lebih kuat dan bukan berada dibawahnya, agar dengannya
dapat diunggulkan salah satu dari dua kemungkinan sebagaimana yang dikatakan
oleh Al-Sakhawi, akan tetapi tidak diisyaratkan harus diriwayatkan dalam sanad
yang lain dengan redaksi yang sama, melainkan dapat diriwayatkan hanya maknanya
dalam satu segi atau segi-segi lainnya.
Imam Ahmad berkata, “Yahya bin Said
meriwayatkan hadits kepadaku, bapakku dari kakakku, katanya, “Aku bertanya :
يَارَسُوْلَ
اللهِ مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أمك قال : قلت : ثم من ؟ قال : ثم أمك , قال : قلت :
ثم من ؟ قال : أمك, ثم اباك ثم الْاَقْرَبَ فَاْلاَقْرَبَ.
“Ya Rasulullah kepada siapakah aku harus berbakti?”Rasulullah
menjawab “kepada ibumu”. Aku bertanya “lalu kepada siapa ?” Rasulullah menjawab.”
Ibumu, kemudian bapakmu, kemudian kerabat terdekat, dan selanjutnya.”
Sanad hadits ini bersambung, tak ada
kejanggalan dan tidak ada cacat padanya, karena baik dalam rangkaian sanadnya
maupun dalam matannya tidak terdapat perbedaan diantara riwayat-riwayatnya.
G.
Macam-macam Hadits Hasan
Sebagaimana hadits shahih terbagi
menjadi dua macam, hadits hasan pun terbagi menjadi dua macam, yaitu hasan
lidzatih dan hasan lighayrih.
a.
Hasan lidzatih
Hadits hasan
lidzatih adalah hadits hasan dengan sendirinya, karena telah memenuhi
segala kriteria dan persyaratan yang telah ditentukan. Hadits hasan lidzatih
sebagaimana definisi dan penjelasannya diatas.
b.
Hadits hasan lighayrih ada beberapa pendapat diantaranya
adalah :
هُوَ اْلحَدِيْثُ الضَّعِيْفُ
اِذَا رُوِيَ مِنْ طَرِيْقٍ أٌخْرَى مِثْلُهُ أَوْ أَقْوَى مِنْهُ
“Hadits dhaif
jika diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang sama atau lebih kuat.
هُوَ الضَّعِيْفُ إِذَا
تَعَدَّدَتْ طُرْكُهُ وَلَمْ يَكُنْ سَبَبُ ضَعْفِهِ فِسْقَ الرَّاوِى أَوْ كِذْبَهُ
“Hadits dhaif jika berbilangan jalan sanadnya
dan sebab ke-dha’if-an bukan karena fasik atau dustanya perawi.”
Dari dua definisi diatas dapat difahami bahwa hadits dhaif bisa
naik menjadi hasan lighayrih dengan dua syarat, yaitu :
1.
Harus ditemukan periwayatan sanad lain yang seimbang atau lebih
kuat.
2.
Sebab ke-dhaif-an hadits tidak berat seprti dusta dan fasik, tetapi
ringan seprti hapalan yang kurang atau terputusnya sanad atau tidak diketahui
dengan jelas (majhul) identitas perawi.
Contoh riwayat Ibnu Majjah dari
Al-Hakam bin Abdul Malik dari Qatadah dari Sa’id bin Al-Musayyab dari Aisyah,
Nabi bersabda :
لَعَنَ
اللهُ الْعَقْرَبَ لَا تَدَعْ مُصَلِّيًا وَلَاغَيْرَهُ فَاقْتُلُوْهَا فِي
اْلحِلِّ وَاْلحَرَمِ
“Allah melaknat kalajengking janganlah engkau
membiarkannya baik keadaan shalat atau yang lain, maka bunuhlah ia ditanah halal
atau ditanah haram.
Hadits diatas
dhaif karena Al-Hakam bin Abdul Malik seorang dhaif, tetapa dalam sanad lain
riwayat Ibnu Khuzaimah terdapat sanad
lain yang berbeda perawi dikalangan tabi’in (mu’tabi) melalui syu’bah dari
Qatadah, maka ia naik derajatnya menjadi hasan lighayrih.
H.
Kehujjahan Hasan
Hadits hasan dapat
dijadikan hujjah walaupun kualitasnya dibawah hadits shahih. Semua fuqaha, sebagian
Muhadditsin dan ushuliyyin mengamalkannya kecuali sedikit dari kalangan orang
yang sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan hadits (musyaddidin). Bahkan
sebagian muhadditsin yang mempermudah dalam persyaratan shahih (mutasahilin)
memasukannya kedalam ahadits shahih, seperti Al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Ibnu
Khuzaimah.
I.
Istilah-istilah yang digunakan dalam Hadits Hasan
a.
Di antara gelar ta’dil para perawi yang digunakan dalam
hadits maqbul atau hasan sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Al-Jah wa
At-Ta’dil adalah :
-
Al-Ma’ruf (orang yang dikenal/orang baik).
-
Al-Mahfuz (terpelihara).
-
Al-Mujawwad (orang
baik).
-
As-Tsabith (orang
yang teguh/kuat).
-
Al-Qawiyy (orang
kuat)
-
Al-Musyabbah (serupa
dengan shahih)
-
As-Shalih/Az-zayid (orang
baik dan bagus)
b.
Perkataan mereka muhadditsin yaitu “haadza haditsun hasanul
isnaadi” ini hadits hasan sanadnya. Maknanya hadits ini hanya hasan
sanadnya saja sedang matannya perlu penelitian lebih lanjut.
c.
Ungkapan At-turmudzi yaitu “hadisun hasanun shahihun” ini
hadits hasan shahih.
J.
Kedudukan Hadits Hasan
Tingkatan hadits hasan berada
dibawah tingkatan hadits shahih, tetapi para ulama berbeda pendapat tentang
kedudukannya sebagai sumber ajaran islam atau sebagai hujjah dalam bidang hukum
apalagi dalam bidang akidah.
K.
Kitab-kitab yang mengandung Hadits Hasan
Hadits hasan banyak kita dapatkan
pada sebagian kitab, diantaranya :
-
Kitab jami’ At-Turmudzi
-
Sunan Abu Daud
-
Sunan Daruqhuti
KESIMPULAN
Hadits ditinjau dari segi kualitas
rawi yang meriwayatkannya, yaitu terbagi dalam tiga macam, yaitu shahih, hasan,
dhaif.
Hadits shahih ialah hadits yang
sempurna dari sanad dan matannya, dinukil (diriwayatkan) oleh rawi-rawi yang
adil, sempurna ingatannya, sanadnya bersambung-sambung, tidak berillat dan
tidak janggal.
Hadits hasan ialah khobar ahad yang
dinukil oleh orang yang adil, kurang sempurna hapalannya, bersambung sanadnya,
tidak cacat, dan tidak syadz.
DAFTAR PUSTAKA
Sholahudin, M. Agus. Dkk, Ulumul Hadits. Bandung, Pustaka
Setia. 2008
Manna Syaikh,. Pengantar Studi Ilmu Hadits, Jakarta, Pustaka
Al-Kautsar. 2004
Ahmad, H. Muhammad. Dkk,Ulumul Hadits.
Mudasir, Ilmu hadits, Pustaka Setia : Bandung 1999
Khon,H. Abdul Majid,. Ulumul Hadits, Jakarta,Amzah. 2010